Peran “Konfreria” dalam Tradisi Semana Santa Larantuka

 

Jakarta berandanegeri.com. Tradisi Semana Santa di Larantuka, tidak mungkin terlaksana tanpa peran kaum awam setempat. Pemerhati sejarah dan budaya Larantuka, Fransiskus Roi Lewar mengatakan bahwa keberadaan Semana Santa di Larantuka, memang tidak dapat dilepaskan dari peran umat awam, dalam hal ini Raja Larantuka beserta serikat awam, Konfreria.

Mereka inilah, kata Roi Lewar, yang menjaga tradisi itu selama ratusan tahun, ketika Larantuka tidak memiliki seorang imam yang bisa memimpin umat di daerah itu. Pasalnya, ketika itu, Portugis yang sudah terdesak oleh Belanda sehingga para imam dari negara itu tidak memiliki jadwal tetap untuk mengunjungi Larantuka.

“Semana Santa bisa eksis sampai hari karena karakteristik orang Larantuka yang berbudaya pantai, artinya terbuka. Makanya dari dulu, semana santa adalah hajatan raja yang kemudian dipelihara oleh Serikat Konfreria yang melibatkan,” ulasnya dalam obrolan bertajuk “Mengenal Semana Santa Larantuka”, yang ditayangkan di kanal Youtube Larantuka Heritage, Minggu (23/3/2025)..

Di masa lampau, terangnya, anggota Konfreria, merupakan kaum cerdik pandai yang mayoritas berprofesi sebagai guru. Mereka ini dinilai memiliki kemampuan manajerial yang baik sehingga mampun menjalankan persiapan Semana Santa sejak 40 hari sebelum pelaksanaan tradisi itu.

Sekretaris Komisi Kateketik Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) RD Fransiskus Emanuel da Santo mengatakan bahwa Kegiatan Semana Santa menurutnya merupakan upaya menghidupkan devosi umat yang tertanam sangat dalam dalam, kepada Bunda Maria, ibu Yesus, tapi tidak terlepas dari perjalanan penderitaan Yesus di mana dalam kitab suci disebutkan bahwa Maria, ibunya senantiasa mengkuti hinggak tempat penyaliban di Bukit Golgota.

Lanjutnya, devosi ini pun mampu bertahan selama ratusan tahun karena peran berbagai pihak, mulai dari institusi Raja Larantuka, serta Gereja Katolik setempat yang terus mengambil peran agar devosi ini terus hidup dan memaknai perjalan iman umat Katolik.

“Bahkan ketika imam tidak ada, iman umat tetap terjaga karena prosesi Semana Santa menjadi kekuatan penopang iman. Karena itu Semana Santa saat ini bukan menjadi milik orang Larantuka, tapi terbuka untuk siapa saja,” ucapnya.

Dia melanjutkan, prosesi Semana Santa ini pun terinspirasi dari Alkitab. Hal ini tergambarkan pada berbagai perlengkapan atau ornamento yang turut diarak dalam proses Jumat Agung, diambil dari kitab suci seperti ukiran buah-buahan dari kayu melambangkan kejatuhan Adam dan Hawa yang tergoda untuk mencoba buah pengetahuan.

Contoh lainnya adalah tangan kayu yang disebut Tangan Diabo (setan) yang melukiskan tangan-tangan prajurit Romawi yang menganiayai Yesus.

Karena itu, dia berpesan kepada para peziarah dan juga umat Katolik di Larantuka, agar ketika mengikuti seluruh proses Semana Santa, dari awal hingga Minggu Paskah, mengalami pembaharuan dalam kehidupan imannya.

Dalam kesempatan yang sama, Romo Festo, begitu ia biasa disapa menyatakan bahwa, akomodasi penginapan merupakan persoalan pelik yang sukar dipecahkan oleh Pemerintah Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), guna menampung ribuan peziarah datang setiap tahun untuk mengikuti perayaan budaya bernafaskan Katolik itu.

Karena itu, sudah saatnya umat Katolik di Larantuka memberikan kesempatan bagi para peziarah untuk menumpang di rumah mereka.

“Umat di larantuka bisa jadi tuan rumah yang baik. Peziarah bisa menginap di rumah umat sekaligus menambah saudara atau keluarga. Harus dimulai dan inisiatif dari Paroki Katedral Larantuka berkoordinasi dengan pengurus lingkungan dan para peziarah bisa mendaftarkan diri untuk menginap di rumah umat,” ucapnya.

Ia menambahkan, selama menumpang di rumah umat, para peziarah tidak perlu dikenakan tarif. Peziarah, katanya, juga datang dengan intensi atau ujud keprihatinan tertentu sehingga tentunya mereka tidak akan menuntut pelayanan konsumsi yang  mewah.

 

Ket. Foto: Sekretaris Komisi Kateketik Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), RD Fransiskus Emanuel da Santo (tengah) saat berdiskusi dengan pemerhati sejarah dan budaya Larantuka, Fransiskus Roi Lewar (kanan) dipandu oleh Raldy Doi (kiri).

 

Sementara itu, Raldy Doi, tokoh penyiaran yang memoderatori diskusi mengatakan bahwa, obrolan ini merupakan satu dari rangkaian perbincangan yang diorgnisasikan oleh komunitas Larantuka Heritage. Kelompok ini, katanya, ingin memberikan pemahaman yang utuh dan tepat mengenai Semana Santa baik kepada para peziarah maupun kepada generasi penerus dari Larantuka.

“Dialog ini kami rekam dan tayangkan di kanal Youtube Larantuka Heritage, agar nanti bisa ditonton dan dipahami oleh siapa saja,” pungkasnya.

 

source