“In Memoriam” Mama Veronika Wilhelmina Njo – Tifaona: Ibu “Super Woman” di Balik Dua Bintang

 

Minggu, 20/10/2024, diadakan Misa Requiem mengenang 40 hari berpulangnya Ibu Veronika Wilhelmina Njo. Biasa disapa Mama Ony. Adalah istri dari Alm. Bapa Brigjend Pol (Purn) Anton Enga Tifaona. Merupakan orang NTT pertama yang menduduki jabatan Kapolda di jajaran Kepolisian Negara. Mantan Kapolda Maluku, mantan Kapolda Sulutteng dan mantan Wakapolda Jawa Barat. Ibu dari 10 orang anak (satu meninggal bayi). Semua anak-anaknya sudah mentas di bidang profesinya masing-masing. Salah anak dari rahimnya berkarya di Kepolisian Negara sebagai Perwira Tinggi Polri menyandang Bintang Dua (Irjen Pol). Mama Ony berpulang pada Rabu, 11/09/2024 dan dimakamkan pada 13/09/2024 di TPU Kramat Pulo Jakarta.

Membaca jejak posisi, peran dan pengabdian seorang Mama Ony di balik sukses orang-orang terkasihnya, seperti kita sedang membaca dengan hati Puisi “Ibunda Tercinta,” karya Umbu Landu Paringgi. Syair puisi ini, pada setiap kata dalam larik dan baitnya, mencapai chemistry yang menggetarkan tentang arti dan makna seorang ibu. Mengenai sosok seorang Ibu, penyair asal Sumba, NTT yang dijuluki Presiden Malioboro itu menulis pada puisinya: 

 

Ibunda Tercinta

 

Perempuan tua itu senantiasa bernama:

duka derita dan senyum abadi.

Tertulis dan terbaca jelas kata-kata

puisi dari ujung rambut sampai

telapak kakinya

 

Perempuan tua itu senantiasa bernama:

korban, terimakasih, restu dan ampunan.

Dengan tulus setia telah melahirkan

berpuluh lakon, nasib dan sejarah manusia

 

Perempuan itu senantiasa bernama:

cinta kasih sayang, tiga patah kata purba.

Di atas pundaknya setiap anak tegak

berdiri menjangkau bintang-bintang

dengan hatinya dan janjinya

(Umbu Landu Paranggi)

 

Bernama lengkap Veronika Wilhelmina Njo (Mama Ony), lahir di Bajawa, 31/03/143. Ayah Petrus Njo asal Sabu dan ibu Suzana Ndoekona dari Ba’a Rote Ndao, NTT. Merupakan anak keenam dari sembilan bersaudara. Walau orangtuanya berasal dari luar Flores, keluarga ini sangat dekat dengan Raja Bajawa saat itu Pea Mol dan Siwamole. Dengan itu saat kecil Mama Ony diambil jadi anak angkat Raja Bajawa dan diberi “nama adat” (dilawi) di kampung Bajawa dan diberi nama Mole Tai (nama dari ibunda Pea Mole). Karena itu, pada generasi mereka, Mama Ony oleh kerabat Raja Bajawa dipanggil dengan Ony Mole. Karena itu, malam sebelum pemakaman, diadakan seremoni adat Bajawa untuk almarhuma sebelum dilakukan seremonial tutup peti oleh Keluarga Njo sesuai adat tradisi Sabu, NTT.

Tahun 1955, Opa Petrus Njo diangkat sebagai Ketua Yayasan Persekolahan Umat Katolik Flores “Vedapura” (Benteng Ilmu) sehinga keluarga Mama Ony kembali menetap di Ende sebagai Pusat Yayasan Vedapura. Dari catatan masa kecil sebagai anak angkat Raja Bajawa,  anak dari Ketua Yayasan Vedapura dan anggota DPRD Flores dari Partai Katolik,  mereka adalah elit terpelajar di Flores masa itu. Usia sekolah lanjut, Mama Ony mengikuti kakaknya di Surabaya tapi tidak dituntaskan. Dia berhenti, memutuskan kembali ke Ende karena mau mengurus mamanya Oma Suzana yang mengidap asmah dan mulai sakit-sakitan.

 

Jejak Istri Bhayangkara Sejati

Menikah dengan Bapa Antonius Stephanus Enga Tifaona 18 /11 1964 di Gereja Katolik  Mater Boni Konsili, Bajawa, Flores, dikaruniai 10 orang anak (satu meninggal masih bayi) dengan 13 cucu.  Setelah merayakan 52 tahun pernikahan, Bapa Anton berpulang, 15 Oktober 2017, pada usia 83 tahun. Setelah suami berpulang Mama Ony pun menyusul menghadap sang khalik pada Rabu, 11/09 2924 di RSCM Jakarta.

Di mata anak-anak, Mama Ony adalah wanita “super woman.” Mengurus sendiri anak-anaknya sejak melahirkan, merawat dari kecil hingga dewasa dan berkeluarga. Setia menemani suami bahkan menjadi tiang doa di dalam keluarga. Selalu melatih dan mendidik anak-anaknya sejak kecil untuk selau berdoa setiap malam. Doa Rosario bersama selalu menjadi andalannya sekaligus kekuatannya. Doa Rosario bagi Mama Ony bahkan sudah sebagai nafas kehidupan setiap harinya. Selalu berdoa Rosario setiap hari untuk suami dan anak-anak serta cucunya, juga untuk kerabat, kenalan yang meminta bantuan doa. Kecintaanya terhadap Rorasio membawanya pada masa tua, bersama Bapa Anton menghabiskan kesibukan setiap hari dengan membuat untaian manik-manik Rorasio dan dibagikan kepada yang membutuhkan agar orang lain yang memilikinya semakin mencintai Bunda Maria.

Sebagi istri seorang Bhayangkara Negara (Polisi), Mama Ony memulai hidup berkeluarga yang unik. Ketika menikah, suaminya sudah menjabat sebagai Komandan Resort Kepolisian (Danres) — saat ini Kapolres — di Bajawa, Flores. Pada usia yang masih sangat muda, 21 tahun, tapi posisi suaminya sebagai Danres menuntut Mama Ony harus segera meng-“upgrade”dirinya untuk memimpin ibu-ibu Bhayangkari di lingkup Kabupaten. Mulai belajar bicara dan beri sambutan di depan umum serta lainnya.

Sejak saat itu, dalam tugas dan pengabdiannya di Kepolisian, suaminya Bapa Anton Tifaona hampir pada semua fase karirnya selalu menduduki jabatan pimpinan. Dengan sendirinya menuntut peran dari pendampingnya pada posisi setara di lingkungan kepolisian negara. Selalu berperan sebagai istri pimpinan dalam kurun waktu yang panjang tampaknya telah turut membentuk pola dan karakter pribadi mama Ony juga dalam pola hidup kesehariannya. Dia, Mama Ony dibentuk untuk harus berdiri tegar di samping suaminya. Harus selalu mengayomi, kuat hadapi masalah juga harus bisa tegas untuk hal-hal yang harus diperbaiki. Dia selalu perhatian dan mengasihi. Penuh pengertian tapi bisa tegas untuk hal-hal yang dinilai harus diperbaiki.

Suaminya, Bapa Anton Tifaona, berdinas sebagai Pol Airud (Polisi Air dan Udara) di Kalimantan usai tamat dari PTIK. Luasnya wilayah kedinasan di Kalimantan, Mama Ony dan anak-anak sering ditinggalkan suaminya berdinas. Bahkan bisa berbulan-bulan. Berdinas di Dili, Timtim masih masa awal proses integrasi, sarat dengan tugas dan beban karja. Mama Ony harus mengurus anak-anaknya seorang diri. “Saya tahu, tugas dan tanggung jawab Bapa sangat berat. Saya urus anak. Setiap hari pada jam-jam tertentu, saya selalu berdoa untuk Bapa. Hanya doa. Saya hanya bersandar pada kuasa Tuhan. Tuhan yang menyempurnakan.” Cerita Mama Ony suatu ketika tentang masa-masa sulit yang pernah dilewati bersama Bapa Anton.

Karena itu, peran Mama Ony sangat sentral dalam keluarga. Terutama pada posisinya sebagai istri yang harus berdiri tegar di samping suami. Hadapi tantangan dan kesulitan dalam berdinas, suami juga bisa goyah. Tugas istri harus menguatkan. Seperti dialami Mama Ony selama mendampingi suaminya Bapa Anton. Tercatat Bapa Anton banyak melahirkan gagasan yang hingga kini dipakai secara nasional maupun konsep pembinaan dan pendidikan di internal Polri. Seperti pemakaian Helm, Buka Tutup Jalur Puncak, Latihan Bersama Polri dan Polisi Malaysia dan lainnya. Tapi rekam jejaknya menunjukan selama 12 tahun dengan 8 kali mutasi jabatan Bapa Anton masih dengan pangkat yang sama: Kolonel Polisi. Menjalani posisi ini bagi seorang perwira Polri masa itu bukanlah hal mudah. Tentu butuh peran seorang istri yang berkarater kuat di sampingnya.

 

Wanita Berkarakter Unggul

Pada posisi penting dan jabatan suaminya, Mama Ony mengaku memang banyak godaan. Cukup banyak kejadian, orang datang dengan berbagai iming-iming. Dari hadiah ini dan itu hingga tas yang penuh dengan uang. Mama Ony tidak bergeming. Tidak pernah mau terpengaruh. Tidak hanya dari pejabat dan bawahan. Bahkan ada kejadian ketika mendampingi Ibu Tien Soeharto dalam kunjungan ke Timtim. Saat pamit pulang Jakarta, Ibu Tien serahkan satu tas. Setelah dibuka isinya penuh dengan uang. “Uang itu saya ambil dan bagi habis untuk semua ibu-ibu Bahayangkari di Timtim saat itu. Saya tidak mau beri makan anak-anak saya dari jenis uang begitu,” tutut Mama Ony mengenang.

Ada kejadian yang sangat krusial. Ketika usai masa tugas sebagai Kapolda Sulutteng, sudah ada penugasan dari Mabes untuk pindah menjadi Kapolda Sumut. Tapi karena ada calon titipan dari Cendana, Bapa Anton lalu dialihkan mutasinya sebagai Wakapolda Jawa Barat. Justeru turun lagi ke Wakapolda walau sudah dua kali menjabat Kapolda. Sebuah sistem mutasi yang aneh. Ketika itu, Bapa Anton sudah putuskan untuk berhenti. Minta pensiun dini. Hanya ketenangan dan ketegaran Mama Ony, walau berat Bapa Anton Tifaona akhirnya bisa menerima ke Jawa Barat, sebagai Wakapolda.

Pribadi dan karakter Mama Ony, sebagai istri dan sebagai Ibu, telah memberi nilai positif dan membanggakan. Sosok wanita dan ibu dengan karakter unggul. Seorang wanita kuat yang memampukan dua orang lelaki di sampingnya menggapai “Bintang” di pundak mereka. Satu, suaminya sendiri Brigjen Pol (Purn) Drs. Anton Enga Tifaona menyandang Bintang Satu (Brigjen Pol). Dan kedua, anak dari rahimnya kini sudah menyandang “Bintang Dua” (Irjen Pol) Daniel Bolly Hironimus Tifaona, S.IK, M.Si. Sukses menggapai Bintang bagi keduanya, tentu tak lepas dari peran Mama Ony di samping mereka. Boleh jadi benar kata orang: Di balik pria sukses selalu ada wanita hebat di sampingnya. Dan dari rahim unggul akan hadir generasi unggul. Melukiskan sosok Mama Ony rasanya terlampau puitis sebagaimana terbaca pada senandung puisi “Ibunda Tercinta” di atas.

Belajar dari kehidupan seorang Mama Ony, adalah belajar tentang bagaimana hidup ini bisa terpatri mulia. Tentang kesetiaan, pengabdian dan ketekunan. Tentang pelayanan, amal saleh yang bermanfaat dan menyiapkan generasi berakhlak mulia sebagai kerja untuk keabadian. Pada hidupnya, Mama Ony seakan mengajarkan bahwa dalam hitungan usia hidup, kita harus mampu memberi keindahan dan energi positif pada dunia. Bahwa mesti ada jejak mulia yang ditinggalkan. Diwariskan. Terpancar nilai-nilai keutamaan hidup yang bermanfaat. Menyiapkan generasi unggul dan berakhlak mulia adalah berkarya untuk keabadian.

Kini, Mama Ony, Ibu “Super Woman” itu telah pergi ke tampat dimana semua kita akan sampai. Requiescat in Pace (RIP). ***

 

Stanis Soda Herin, Penulis Biografi Brigjen Pol (Purn) Drs. Anton Enga Tifaona

 

source