“Music itself is going to become like running water or electricity. So it’s like, just take advantage of these last few years because none of this is ever going to happen again. You’d better be prepared for doing a lot of touring because that’s really the only unique situation that’s going to be left.” Kutipan visioner dari David Bowie ini menjadi resonansi kuat bagi banyak musisi, termasuk Rub Of Rub, kuartet dub reggae eksperimental asal Bandung. Di edisi spesial akhir tahun 2024 ini, Kultur berkesempatan istimewa menggali kisah perjalanan tur musik Rub Of Rub yang baru saja mereka lakukan ke Australia pada Oktober lalu.
Perjalanan Menuju SXSW Australia
Rub Of Rub mendapatkan tawaran tampil di “South By Southwest” (SXSW), sebuah festival multimedia bergengsi yang baru-baru ini diadakan di Sydney, Australia. Festival ini terkenal sebagai ajang menampilkan musisi, seniman, gamer, dan sineas lintas negara. Kesempatan emas ini berawal dari rekomendasi seorang kerabat yang mendorong Rub Of Rub untuk melangkah ke panggung internasional.
Australia memang sudah lama menjadi salah satu impian grup ini. Ketertarikan mereka terhadap komposisi musisi Australia serta keinginan untuk memahami kultur dan audiens lokal membuat mereka antusias menerima tawaran tersebut. Tidak hanya tampil di SXSW, mereka juga merancang mini tur ke Melbourne, menjadikan perjalanan ini semakin istimewa.
Ilmu Baru dari SXSW
Rub Of Rub mendarat di Sydney di tengah cuaca sejuk musim semi. Di kota ini, mereka dijadwalkan tampil dua kali selama festival SXSW, yang berlangsung pada 14–20 Oktober 2024. Penampilan pertama mereka pada Jumat, 18 Oktober, di Tumbalong Park Stage — panggung utama festival — menjadi momen pembuka yang spektakuler. Selama 30 menit, mereka memukau audiens dengan aksi panggung yang energik, hingga seorang pengunjung melabeli mereka sebagai “reggae seksi.”
Penampilan kedua berlangsung di The Alley Stage di Agincourt Hotel keesokan harinya. Meski panggungnya lebih kecil, suasana intim terasa lebih hangat. Rub Of Rub menyuguhkan setlist berbeda yang tetap berhasil menarik perhatian penonton.
Meski aksen Inggris dari panitia kadang membuat mereka kesulitan memahami instruksi, sementara lagu-lagu mereka yang berbahasa Indonesia menjadi tantangan lain dalam menyampaikan pesan. Pengalaman teknis panggung ini menjadi pelajaran berharga–sekaligus sebuah tantangan untuk penampilan Rub Of Rub di masa depan.
Melbourne: Antusiasme Penonton
Setelah Sydney, Rub Of Rub melanjutkan perjalanan ke Melbourne. Mereka tampil di dua tempat: The Last Chance dan Hope St Radio. Penampilan mereka di Melbourne diwarnai dengan kehadiran audiens Indonesia yang memberikan dukungan penuh. Kesuksesan ini juga terlihat dari habisnya piringan hitam mereka yang dijual selama tur.
Melbourne memberikan pengalaman berbeda. Selain berbagi panggung dengan musisi lokal, Rub Of Rub juga menjelajahi komunitas musik setempat, khususnya Jamaican sounds yang telah memengaruhi karya mereka.
Warna Dinamis ala Rub Of Rub
Lebih dari seminggu di Australia dan tampil di dua kota ternyata masih terasa kurang bagi Rub Of Rub. Mereka menyatakan, meski dukungan finansial menjadi kunci untuk mewujudkannya, musisi lokal Indonesia juga memiliki potensi besar untuk tampil di panggung global.
Rub Of Rub, telah membagikan resonansi yang mereka dapatkan. Kapasitas outfit ini datang dengan komposisi (yang selalu) menggugah, konsistensi, dan kemasan cerdas adalah sebuah eksotisme dalam wujud ‘bekal’ untuk membuat mereka mewakili suara-suara jamaican sound di Indonesia pada kancah internasional. Big up an’ bless up, Rub Of Rub! Keep di fire blazin’!
(Wawancara: Keyko, Edited: Sam, Translation: Yedijah)
source